Iklan Sponsor

Iklan

Iklan Sponsor

Iklan

terkini

Situs-Situs Peninggalan Prasejarah di Sulawesi Selatan yang Bentuknya Menyerupai Bahtera Sawerigading

arung sejarah
, 10:00 WIB Last Updated 2023-06-13T03:43:35Z
Situs-Situs Peninggalan Prasejarah di Sulawesi Selatan yang Bentuknya Menyerupai Bahtera Sawerigading, Episode Pembuatan dan Pelayaran Bahtera Sawerigading , Rekonstruksi Bentuk dan Ornamen Bahtera Sawerigading, Anwar Thosibo, Departeman Sejarah Universitas Hasanuddin, disampaikan pada acara Festival dan Seminar Internasional La Galigo di Masamba, Sulawesi Selatan, 10-14 Desember 2003, Sawerigading, La Galigo, Idwar Anwar, novel la galigo, warisan la galigo, dunia atas, dunia bawah, dunia tengah
Prof. Anwar Thosibo

ARUNGSEJARAH.COM - Situs-Situs Peninggalan Prasejarah di Sulawesi Selatan yang Bentuknya Menyerupai Bahtera Sawerigading.

 

Dari hasil observasi yang pernah dilakukan dapat diketahui bahwa puncak gunung  Manggunggu, di Kampung Tampo, Kecamatan Angge Raja, Kabupaten Enrekang,  memperlihatkan kemiripan dengan sebuah bahtera yang kandas pada sebuah timbunan pasir di muara sungai atau di tepi laut. Bahtera itu dinamakan Lopi Sawerigading dan menurut keyakinan penduduk setempat bahwa situs itu adalah bahtera Sawerigading yang kandas. Dari jarak kurang lebih 150 meter dapat diperkirakan panjang bahtera itu sekitar 200 meter dengan lebar 80 meter dan tinggi 70 meter. Tidak jauh dari situs itu, juga terlihat bentuk kemudi dari bahtera itu yang telah terpancang masuk ke dalam tanah. Baik bahtera maupun kemudinya terbuat dari batu yang berkapur.

Kemiripan bentuk bahtera Sawerigading juga ditemukan di bukit Sajang, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru dan penduduk menamakannya Batu Kappalak  karena bentuknya besar. Situs prasejarah ini berada pada ketinggian 60 meter di atas permukaan laut, bahannya terbuat dari batu kapur dan telah bercampur dengan fosil siput yang samar-samar nampak pada badan Batu Kappalak. Pada dinding bagian luar masih cukup jelas alur-alur sambungan papan dengan ukiran sekitar 300 x 70 cm. Ada dugaan bahwa dinding itu dahulunya terbuat dari papan. Adapun bentuk bahteranya menyerupai model “Lambo”, tanpa cadik dan bertiang tunggal.

Masih pada Kabupaten yang sama, ditemukan juga situs bahtera Sawerigading yang terletak di tengah sungai Ralla dan penduduk menamakannya “Batu Mallopie” karena bentuknya agak kecil, dengan ukaran panjang 15 meter, lebar 4 meter dan tinggi 3 meter. Pada bagian buritannya masih terpasang sebuah batu yang menyerupai kemudi, tetapi sekarang sudah terlepas dan berada pada jarak 2 meter dari badan Batu Mallopie.  Tidak jauh dari situ yang diperkirakan 19 meter, terlihat pemandangan 7 buah bahtera yang telah membatu. Umumnya orang menduga bahwa tempat itu adalah pelabuhan tempat Sawerigading menambatkan bahteranya.

Situs batu yang menyerupai bahtera Sawerigading yang ditemukan di daerah kelahiran Sawerigading berada di Desa Battang, Kecamatan Wara, Kota Palopo. Letaknya berada pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut dan berjarak 7 - 9 Km dari tepi laut. Orang Luwu menamakannya “Lopi Sawerigading atau Batu Sawerigading”. Ukuran panjangnya 12 meter dengan lebar 3 meter dan tinggi 2 meter. Bentuknya menyerupai model perahu Lambok sebagaimana istilah yang selalu digunakan oleh orang Bugis.

Selain bentuk bahtera Sawerigading yang terbuat dari batu, juga ditemukan bentuk lain yang terbuat dari kayu. Di pulau Selayar, sebuah pulau yang letaknya terpisah dan berada di ujung selatan propinsi Sulawesi Selatan ditemukan sebuah potongan kayu dengan panjang 3 meter dan lebar 30 cm. Penduduk setempat meyakini bahwa potongan kayu itu adalah lunas atau bagian dasar dari bahtera Sawerigading yang tenggelam.

Begitupun kemahiran orang Ara di Bulukumba membuat kapal tradisional, diyakini bersumber dari bahtera Sawerigading yang  telah porak-poranda diterjang badai ketika hendak menyeberang ke pulau Selayar. Kepingan-kepingan bahtera itu terdampar di pantai Ara Bulukumba. Di tempat inilah Sawerigading merakit kembali bahteranya sampai utuh kembali dibantu oleh orang Ara. Kemahiran itulah yang diwarisi oleh orang Ara.

Salah satu contoh yang sangat menarik untuk memperlihatkan paralelisme antara situs atau artefak budaya peninggalan prasejarah dengan isi cerita dalam tradisi lisan dan tulisan, kita dapat jumpai dalam bangunan adat Tongkonan di Tana Toraja. Dalam versi lisan bahasa Toraja, Sawerigading tidak hanya menikahi etnis Toraja dan mempunyai anak di Tanah Toraja,  tetapi juga diceritakan tentang keberangkatannya ke negeri Cina dengan menggunakan bahtera yang berukir (walenreng) dan biduk berhias indah permai (bahtera pengawal). 

Bila dihubungkan dengan kedatangan nenek moyang orang Toraja yaitu Ampu Lembang dengan menggunakan perahu menyelusuri sungai kemudian menjadikan perahunya sebagai tempat tinggal, maka bentuk bangunan adat Tongkonan dapat dianggap sebagai reflika dari bahtera Sawerigading. Memperhatikan pormasi letak dari Tongkonan yang besar berhadapan dengan lumbung padi dengan jumlah tertentu yang kecil, mengingatkan kita pada kemunculan bahtera Sawerigading dari dalam lautan. Begitupun peletakan potongan kepala manusia  korban perang pada haluan bahtera sangat pararel dengan kabongok dan susunan tanduk kepala kerbau pada tiang penyanggah.

Bersambung.... Bagaimana Merekonstruksi Bentuk dan Ornamen Bahtera Sawerigading

Sebelumnya.... Rekonstruksi Bentuk dan Ornamen Bahtera Sawerigading

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Situs-Situs Peninggalan Prasejarah di Sulawesi Selatan yang Bentuknya Menyerupai Bahtera Sawerigading

Terkini

Iklan

Close x