Iklan Sponsor

Iklan

Iklan Sponsor

Iklan

terkini

Sawerigading dalam Naskah (La Galigo)

arung sejarah
, 09:26 WIB Last Updated 2023-06-14T04:03:29Z
Sawerigading dalam Naskah, Sawerigading Sebagai Pahlawan Budaya; Simbol Budaya Maritim Di Sulawesi Selatan, Prof. Abu Hamid, Idwar Anwar, Novel La Galigo,La Galigo, Sawerigading
Prof. Abu Hamid

ARUNGSEJARAH.COM - Sawerigading dalam Naskah (La Galigo).


B. SAWERIGADING DALAM NASKAH

TOKOH yang populer dalam Sure’ Galigo, adalah Patotoé, Batara Guru, Batara Lattu’, Sawerigading We Nyili Timo dan We Datu Sengngeng, namun yang paling populer adalah Sawerigading ia generasi ketiga dari “Penciptaan” manusia dan alam. 

Patotoé adalah sang penentu nasib dan Maha Pencipta, bermukim di dunia atas atau Benua Atas (Oberwelt) pada sebuah istana Boting Langi’ menurunkan putra tertuanya Batara Guru ke Alé Kawâ, Benua Tengah (Midle Wereld) untuk dikawinkan dengan sepupu sekalinya We Nyili Timo di Pérétiwi, benua bawah (Unterwelt atau Urwassers). Perkawinan Batara Guru dengan We Nyili Timo lahirlah Batara Lattu’. 

Perkawinan ini, disebut pula perkawinan kosmos, kosmos atas kawin dengan kosmos bawah, maka dianggaplah utuh sempurna membentuk sebuah mikrokosmos. Batara Lattu’ kawin dengan sepupu sekalinya yang berada di sebelah timur pada sebuah kerajaan yang bernama Tompo Tikka yaitu We Datu Sengngeng. Hasil perkawinan ini menghasilkan anak kembar, yaitu Sawerigading dan We Tenriabeng, keduanya dibesarkan pada dua tempat terpisah.

Dalam naskah La Galigo tokoh Sawerigading diceriterakan dalam episode khusus, bahkan masih disebut pada episode-episode berikutnya. Episode paling menonjol dalam naskah, adalah pengembaraan Sawerigading di laut untuk mengawini sepupu sekalinya We Cu Dai di Cina (atau Indo Cina). Begitu berat pengalama Sawergading menemukan jodohnya yang sepadan. Tujuh kali dihambat perang dalam pelayarannya ke Cina, seperti katanya;

“bukan kesombongan yang kusebutkan disini hai La Palinrungi, bahwa meskipun barang-barang yang kubawa berlayar tak akan habis kujadikan mas kawin tertinggi. Apalagi aku sudah tujuh kali dihadang perang di tengah laut. Aku dihadang juga La Tuppusolo orang apung itu, juga aku dihadang oleh La Tuppugelang dari Jawa Barat, La Tongettana Pajung LimpoE, La Tenri dari Jawa Timur, La Tenri Nyili dari pesisir Jawa Kepulauan dan Langi’ Ri Sompa, orang Malaka itu, kecuali Settiabonga yang menyerah bersumpah pupus dan kembali ke negerinya”.

Betapa berat perjuangan Sawerigading untuk memperoleh istri yang sepadan  darah keturunannya. Selain mengembara di lautan, menempuh berbagai hambatan dan mengalahkan semua saingannya yang menginginkan pula We Cu Dai sebagai istrinya. Semua hambatan itu, telah dilaluinya dan berhasil mempersunting We Cu Dai dengan upacara perkawinan sederhana.

Pembeberan cerita perkawinan Sawerigading dalam naskah cukup indah dengan skenario yang menarik, laksana sebuah “roman sejarah” yang sungguh terjadi. Panjang cerita dalam naskah memang satu episode terdiri dari puluhan halaman, kata puitis berangkai, gambaran cerita Sawerigading pada episode ini merupakan refleksi perkawinan orang bugis tempo dulu, berbeda dengan sekarang. Meskipun sekarang masih ada kerumitannya, namun sudah dipermudah oleh adanya pemikiran praktis.

Sawerigading tidak pernah memangku jabatan raja, tetapi ia diangkat oleh orang tuanya sebagai Raja muda dan Duta Keliling. Ia ditugaskan oleh orang tuanya berkeliling memperkenalkan Kerajaan Luwu  di semua negeri /kerajaan tetangga, mengganti nama-nama negeri dalam naskah, negeri tersebut meliputi pulau Sulawesi, kepulauan Maluku, pulau Sunda kecil (NTB-NTT), Jawa Barat dan Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Daerah kekuasaanya, hanya Sulawesi dan sebagian Kalimantan Timur.

Selain tugasnya sebagai Duta Keliling, Sawerigading berkunjung pula ke Benua Atas (Boting Langi’) untuk menyembah pada neneknya Batara Guru/We Nyili Timo dan berkunjung juga pada neneknya penguasa Benua Bawah (Uriliyu atau Pérétiwi ) Guru Riselleng/Sinau’ Toja. Bahkan Sawerigading berkunjung ke dunia Pammassareng, yaitu dunia orang mati untuk meminang We Pinrakati yang sudah meninggal. Sawerigading memperlihatkan ketangkasan dan keberanianya, ketika berperang di angkasa melawan hantu dan persona jahat.

Tokoh Sawerigading dalam naskah, digambarkan sebagai tokoh sentral yang melakoni Benua Tengah (Alé Kawâ), Benua Atas dan benua bawah. Dalam dirinya digambarkan sebagai setengah Dewa di samping sebagai manusia biasa, manusia sakti yang berani dan bijak, di samping tangkas dan berkemauan keras.

Bersambung.... Sawerigading Pahlawan Budaya

Sebelumnya.... Sawerigading Sebagai Pahlawan Budaya; Simbol Budaya Maritim Di Sulawesi Selatan

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Sawerigading dalam Naskah (La Galigo)

Terkini

Iklan

Close x