Iklan Sponsor

Iklan

Iklan Sponsor

Iklan

terkini

Konsep Ade’ dalam Masyarakat Bugis Sulawesi Selatan

arung sejarah
, 13:42 WIB Last Updated 2023-06-15T09:11:00Z
Konsep Ade’ dalam Masyarakat Bugis Sulawesi Selatan, adat, panggaderreng, budaya bugis-makassar, budaya sulawesi selatan, kebudayaan bugis-makassar, kebudayaan sulawesi selatan, budaya makassar, hari kebudayaan, idwar anwar, www.arungsejarah.com

ARUNGSEJARAH.COM - Konsep Ade’ dalam Masyarakat Bugis Sulawesi Selatan.

 

Konsep Ade’ dalam Masyarakat Bugis Sulawesi Selatan. Dalam buku Latoa, Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis karya Prof. Mattulada menyebutkan, Adê’ adalah salah satu aspek panngadêrrêng, yang mengatur pelaksanaan sistem norma dan aturan-aturan adat dalam kehidupan orang Bugis.

Dalam menyelidiki asal kata adê’, yang berarti segala kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan yang meliputi pribadi dan kemasyarakatan terlalu sukar nnelepaskan diri dari asosiasi dengan istilah “adat” yang telah meresap ke dalam kehidupan kebudayaan Indonesia.

Selalu pengertian dan selaku isi dari aplikasinya, adê’ dan adat saling mengisi untuk membangun pengertian, dalam arti suatu sistem dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Istilah itu telah menjalankan peranan dalam kehidupan dan perkembangan kebudayaan kita sampai pada hari ini.

Orang asing pada umumnya menyebutnya deoude gewonten atau common customs. Hal itu dipahami, karena gejala-gejalanya selaku manifestasi dalam cara berpikir dan menyatakan sikap dalam rangka apa yang disebut adê’ atau adat mempunyai basis yang sama secara asasi. 

Semuanya berpangkal pada dasar pandangan yang mirip dengan asas kemasyarakatan kekeluargaan yang berurat-berakar dalam pandangan hidup kebudayaan tradisional. Apabila kita menerima anggapan bahwa adê’ (Bugis) dan adat (Indonesia) sama saja dalam arti leksikalnya, maka dapat dilanjutkan bahwa secara semantik kata-kata itu bersumber dari perbendaharaan bahasa asal.

Orang pada umumnya berpendapat bahwa kata adat itu berasal dari perbedaan bahasa Arab, yaitu adat atau adatun. Konsep itu masuk ke dalam bahasa-bahasa Indonesia dengan berbagai macam perubahan fonologis. Dengan menerima anggapan bahwa adat dan juga adê’ berasal dari kata Arab, maka niscaya kita akan pertalian masuknya kata itu ke dalam perbendaharaan bahasa-bahasa Indonesia.

Pemakai bahasa Arab dengan orang-orang Indonesia termasuk orang Bugis di Sulawesi Selatan pada khususnya sekitar abad ke-17, adalah bukti tentang adanya kontak di masa lalu, yang telah berlangsung secara intensif.

Kenyataan lain ialah bahwa orang Bugis semenjak abad ke-14-15,  telah mengarungi persada tanah air dalam perdagangan dengan perahu-perahunya telah membuka kemungkinan kontak itu menjadi lebih luas lagi.

Dengan menerima anggapan bahwa istilah adê’ itu benar-benar baru dalam perbendaharaan bahasa Bugis setelah berlangsung kontak dengan memakai bahasa Arab atau kebudayaan Islam, maka konsepsi adê’ selaku pranata sosial juga harus dianggap belum ada.

Anggapan itu niscaya keliru, karena persekutuan hidup orang Bugis dengan pranata-pranata sosialnya yang mengatur tata tertib sosial sudah ada, mendahului adanya kontak dengan pemakai bahasa Arab atau kebudayaan Islam.

Menurut A. Zainal Abidin Faried (1969: 4), didaerah Sulawesi Selatan, sewaktu agama Islam telah menampakkan pengaruhnya, dikenal istilah adê’ (Bugis) ada ada’ (Makassar, Mandar, dan Toraja Saddang). Sebelumnya dikenal istilah bêcci (alat meluruskan).

Terkenal ungkapan:

narekko makkompe’i becci’e, masolanni lipu’e’

 legga’i welong panasae, mossobbuni tongênnge, 

 ri-tongêngênni salae, ri-pasalai tongênnge,

 si-anre bale taue, si’balu-balu’

 si-abbêlli-bêlliang, natuoini sêrri’ dapurênnge,

 ri-paoppang palungênge, ri-sappeang pattapie,

 ri-sêllorang alue,...dan seterusnya”.

Artinya:

Bilamana bêcci’ kendor, (tidak dipatuhi), maka rusaklah negeri,
tidak memutik pucuk nangka (kejujuran), bersembunyi kebenaran,
dibenarkan yang salah, disalahkan yang benar,
orang saling memakan bagaikan ikan,
saling menjual, saling membeli,
dapur ditumbuhi rumput-rumput, lesung ditelungkupkanlah, niru digantung, disangkutkan alu (antan)……

Istilah adê’ atau ada’ merupakan genus dari spesies:

a.    Wari’ yaitu aturan tentang standen, protokol, dan siapa-siapa yang berhak, mewarisi singgasana raja, dan lain-lain.

b.    Rapang, yaitu aturan yang ditetapkan setelah membandingkan dengan adat di negeri tetangga, atau membandingkan putusan-putusan yang telah diambil (termasuk yurisprudensi), perbandingan adê’ pada umumnya.

c.    Tuppu, yaitu aturan tentang urutan-urutan adê’ dalam arti luas hierarki adê’ dan bangsawan.

d.    Bicara, yaitu aturan yang menyangkut peradilan dalam artiluas. (red)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Konsep Ade’ dalam Masyarakat Bugis Sulawesi Selatan

Terkini

Iklan

Close x