Iklan Sponsor

Iklan

Iklan Sponsor

Iklan

terkini

Misteri Pembantaian Etnis Tionghoa di Batavia pada 1740

arung sejarah
, 12:00 WIB Last Updated 2023-06-15T13:49:47Z
 

ARUNGSEJARAH.COM - Misteri Pembantaian Etnis Tionghoa di Batavia pada 1740.

 

SETIAP tempat bersimbah darah dan kanal-kanal dipenuhi dengan mayat-mayat. Sebagian besar kota diselimuti abu dan lima ribu warga Cina yang terkenal rajin dan penuh pengabdian itu, telah tewas.” Demikian kisah memilukan dari sebuah catatan akhir abad ke-18 yang pernah tersimpan di perkumpulan komunitas Cina di Jakarta.

Sebuah laporan VOC yang berjudul NADER BERICHT WEGENS HET SCHRIKKELIJK OPROER ор BATAVIA, juga menuliskan hal yang hampir sama.

Dalam laporan setebal 18 halaman tersebut, salah satunya menyebutkan, bahwa pada Senin tanggal 10 Oktober 1740, hampir semua tempat, Jalanan, Kanal dan sungai di Batavia terlihat mayat-mayat orang Tionghoa yang terbunuh.

Bahkan peristiwa ini juga terekam dalam Litografi Jakob van der Schley (1715–1779) yang diambil berdasarkan lukisan karya Adolf van der Laan (1690 –1742) yang memperlihatkan situasi Pembantaian warga Cina yang terjadi di Batavia pada 9 Oktober 1740.

Terdapat pula cuplikan litografi Jakob van der Schley di Kawasan di Kota Batavia, yang kemungkinan saat merupakan Jalan Tiang Bendera, tentang Massacre des Chinois— pembantaian orang-orang Cina di Batavia pada 9 Oktober 1740.

***

Setelah menaklukkan Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen kemudian membangun Jayakarta dan mengubah namanya menjadi Batavia.

Di masa awal pembangunan kota baru ini, Pieterszoon Coen banyak melibatkan orang-orang Cina yang didatangkan dari Banten untuk membangun Batavia.

Sebagai komunitas perintis yang bermukim di dalam tembok kota Batavia, masyarakat Cina banyak membantu VOC dalam membangun Batavia.

Bahkan, VOC kemudian menunjuk seorang kapitan pertama untuk mengatur masyarakat Cina di Batavia pada awal abad ke-17, termasuk dalam mengumpulkan pajak.

Pieterszoon Coen pun terus membangun Batavia, sehingga menjadi kota yang semakin ramai.

Dalam perkembangannya, Batavia salah satu bandar terbesar di Nisantara di bawah kekuasaan VOC.

Akan tetapi, pada awal abad ke-18, perekonomian dunia yang melesu dengan turunnya harga gula, dan kondisi ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat di Batavia.

Akibatnya, pengangguran di Batavia semakin meningkat, khususnya di kalangan orang-orang Cina yang mayoritas bekerja di pabrik Gula. Dan juga mendominasi pengolahan gula di Batavia.

Sementara itu, orang-orang Cina yang didatangkan ke Batavia sejak Jan Pieterszoon Coen, telah berkembang semakin banyak dan memadati, baik di dalam tembok kota maupun di luar tembok kota Batavia. Setidaknya 4.000 orang Cina bermukim di dalam tembok kota, sedangkan sekitar 10.000 orang berada di luar tembok kota.

Sumber lain bahkan menyebutkan bahwa jumlah seluruh etnis Tionghoa yang menghuni Batavia berkisar 80.000 jiwa.

Melihat pengangguran dan kriminalitas yang semakin tinggi, Gubernur Jenderal VOC ke 25, Adriaan Valckenier, membuat kebijakan untuk mengirimkan kelebihan pengangguran tersebut ke Sri Langka.

Pengiriman ini dilakukan dengan alasan untuk membantu mendirikan benteng dan kota persinggahan yang mulai dibangun VOC.

Namun, desas-desus yang berkembang di Batavia mengatakan bahwa orang-orang Cina yang dikirim ke Sri Langka itu, sesungguhnya dibuang di tengah laut.

Akibatnya, beberapa orang Tionghoa, yang masih berada di Batavia, mempersenjatai diri, untuk melakukan perlawanan terhadap VOC.

Situasi pun semakin menegangkan, hingga pada tanggal 8 Oktober 1740, orang-orang Tionghoa, melakukan penyerangan ke markas VOC.

Pada halaman 2 dalam laporan NADER BERICHT WEGENS HET SCHRIKKELIJK OPROER ор BATAVIA), menyebutkan sekitar 10 ribu hingga 12 ribu orang-orang Cina mulai berkumpul wilayah Tannabang atau Tana Abang.

Karena adanya penyerangan inilah, menjadi alasan bagi VOC untuk melakukan pembantaian terhadap etnis Tionghoa di Batavia.

Peristiwa ini, telah menyebabkan lebih dari 10 ribu nyawa orang Tionghoa harus melayang, karena dibantai oleh VOC.

Dalam laporan setebal 18 halaman tersebut, pada halaman 3 menyebutkan, bahwa pada Senin tanggal 10 Oktober 1740, hampir semua tempat, Jalanan, Grachten (Kanal) dan sungai di Batavia terlihat mayat-mayat orang Tionghoa yang terbunuh.

Permukiman Cina juga dibakar. Semua warga Cina dalam tembok kota, baik pria, maupun wanita, bahkan anak-anak yang lari berhamburan ke jalanan kota, dibunuh dengan keji.

Bahkan, beberapa ratus orang Cina yang menjadi  tahanan  di Stadhuis—Balai Kota Batavia, kini Museum Sejarah Jakarta—dikeluarkan, lalu disembelih di halaman belakang gedung yang dibangun pada tahun 1710 itu.

Peristiwa ini juga terekam dalam Litografi Jakob van der Schley (1715–1779) yang diambil berdasarkan lukisan karya Adolf van der Laan (1690 –1742) yang memperlihatkan situasi Pembantaian warga Cina yang terjadi di Batavia pada 9 Oktober 1740.

Terdapat pula cuplikan litografi Jakob van der Schley di Kawasan di Kota Batavia, kemungkinan Jalan Tiang Bendera saat kini, tentang Massacre des Chinois— pembantaian orang-orang Cina di Batavia pada 9 Oktober 1740.

Salah seorang pelaku pembantaian dan perampokan, G. Bernhard Schwarzen, menuturkan dalam bukunya Reise in Ost-Indien yang terbit pada 1751.

Dalam catatannya, ia menceritakan bagaimana ironisnya, ketika ia juga harus membunuh orang Cina yang ia kenal dengan baik dan kerap mengundangnya makan malam.

Menurut pengakuannya, pembantaian itu baru berakhir empat hari kemudian.

Akibatnya, tak tersisa lagi orang Cina di dalam tembok kota.

Schwarzen mengatakan, “Seluruh jalanan dan gang-gang dipenuhi mayat, kanal penuh dengan mayat. Bahkan kaki kita tak akan basah ketika menyeberangi kanal jika melewati tumpukan mayat-mayat itu.”

Pembantaian warga Tionghoa, pada tahun 1740 ini, menjadi salah satu catatan kelam, dalam perjalanan bangsa Indonesia, khususnya di di Batavia.

Akibat peristiwa ini, dua tahun kemudian, Gubernur Jenderal Valckenier yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi di Batavia, dijatuhi hukuman penjara di Kastil Batavia selama 9,5 tahun. Hingga akhirnya, ia pun meninggal dan dimakamkan tanpa upacara.  (IDWAR ANWAR)

* Dapatkan buku Pemilu 1955 di Sulawesi Selatan/Tenggara, Berebut Suara di Daerah Konflik - Strategi dan Pertarungan Ideologi Partai-Partai Politik

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Misteri Pembantaian Etnis Tionghoa di Batavia pada 1740

Terkini

Iklan

Close x