Iklan Sponsor

Iklan

Iklan Sponsor

Iklan

terkini

B.J. Habibie (Mantan Presiden RI, Ahli Iptek)

arung sejarah
, 20:14 WIB Last Updated 2023-09-12T03:30:53Z
ARUNGSEJARAH.COM - B.J. Habibie (Mantan Presiden RI, Ahli Iptek).

ARUNGSEJARAH.COM - B.J. Habibie (Mantan Presiden RI, Ahli Iptek).

 

BACHARUDIN Jusuf Habibie adalah manusia dengan segudang sebutan. Harian Sinar Harapan menjulukinya "Lambang abad ke-21". Majalah AS, Christian Science Monitor menyebutnya "Lambang Progresivitas Islam". Julukan Mr. Crack diberikan kalangan scientist karena B.J. Habibie adalah orang pertama di dunia yang menunjukkan cara bagaimana menghitung urutan keretakan pesawat hingga ke tingkat atom-atomnya (crack propagation on random). 

Kecemerlangannya ditunjukkan dengan berbagai penemuan di bidang konstruksi pesawat terbang yang diabadikan dengan namanya: "Teori Habibie, Faktor Habibie, dan Metode Habibie". 

Reputasinya dikukuhkan pula dengan penganugerahan Theodore von Karman, hadiah prestisius untuk dunia dirgantara, pada 1993, seperti yang dikutip dari buku berjudul 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Biografi Singkat Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20 yang disusun Floriberta Aning S.

Habibie juga dijuluki Big Spender, karena proyek-proyeknya yang padat teknologi memang mahal dan menghabiskan anggaran negara. 

Habibie lahir di Parepare, Sulsel, 25 Juni 1936. Segala keberhasilan diraihnya dengan kerja keras. Saat berusia 13 tahun, Rudy (nama panggilannya) ditinggal wafat sang ayah, A.D. Habibie, bekas kepala jawatan pertanian Sulawesi Selatan. Ibunda Habibie sedang hamil delapan bulan saat itu. Wanita itu bersumpah di sisi jenazah suaminya, bagaimanapun akan menyekolahkan anak-anaknya. Ibunda Habibie berdagang kecil-kecilan sembari membuka usaha kos-kosan untuk menafkahi keluarganya. 

Habibie pergi ke Bandung untuk masuk SMP. Ibunya menyusul setelah ia naik kelas dua. Ia berhasil masuk ke Institut Teknologi Bandung. Setahun di ITB, atas usaha ibunya, ia mendapat beasiswa P&K untuk belajar di Jerman Barat. 

Gelar insinyur mesin dan konstruksi pesawat terbang diraihnya pada usia 21 tahun. Ia meneruskan studi dengan biaya sendiri. Waktu lulus, ia adalah orang pertama di luar Jerman yang membuat skripsi tentang aeronautika. Disertasinya yang berjudul Hypersonic Genetic Heatic Thermoelasticity in Hypersonic Spreed membuatnya meraih gelar doktor. 

Mulailah Habibie berkelana dalam dunia teknologi. Ia sempat bekerja sebagai asisten riset di Technische Hocheschule (TH) Aachen dan Messerschmitt-Boelkow-Blohm GmBH (MBB) yang dulu bernama Hamburger Flugzeugbau GmBh (HFB), Hamburg, Jerman, sejak 1966-1978. Di MBB, karir puncaknya adalah Wakil Presiden/Direktur Teknologi. Reputasi internasionalnya lantas menarik perhatian elite politik di Indonesia. Presiden Soeharto memanggilnya pulang pada tahun 1974.

Ia kembali ke Indonesia untuk mempelopori program alih teknologi, yang diawalinya dari sebuah bengkel pesawat terbang. Bengkel itu diberi nama Lembaga Industri Penerangan Nurtanio (Lipnur), semula hanya sebuah hanggar usang dengan pesawat penyebar serbuk buatan Polandia serta beberapa karyawan yang bersemangat. Di bengkel itulah, sebelumnya Komodor Nurtanio bersama sekelompok mekanik mengadakan percobaan membuat pesawat terbang kecil - dinamai Si Kumbang, Gelatik, Kuang, Kopik, dll - dengan perala tan seadanya. 

Habibie tidak sekadar mengubah Lipnur menjadi pabrik pesawat terbang modern bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Ia juga mengubah pendekatan alih teknologi dalam industri aeronautika Indonesia. Kalau ilmuwan negara berkembang pada umumnya harus mempelajari teknologi tingkat dasar dalam pembuatan pesawat terbang, Habibie langsung melakukan alih teknologi mutakhir.
Faktor SDM sudah dipersiapkan sejak jauh hari. Februari 1969 di Jakarta, ia bersama Sutadi Suparlan, direktur pada Direktorat Jenderal Industri Penerbangan membahas pemberangkatan sarjana Indonesia ke Jerman untuk belajar membuat pesawat. 

Sepuluh bulan kemudian, 30 sarjana Indonesia menimba ilmu di MBB. Ketika ia mulai membangun IPTN, sebagian sarjana itulah yang membantunya.
Habibie dan IPTN telah mengubah dtra Indonesia dalam hal teknologi dirgantara. Indonesia menjadi salah satu dari tujuh negara pembuat pesawat terbang di dunia. IPTN berhasil menjual 173 pesawat CN-235 dan sekitar 125 pesawat N-250.

Selain IPTN, Habibie juga dipercaya mengelola Proyek Otorita Batam. Secara teknis proyeknya berhasil, namun tidak mendatangkan keuntungan finansial. Itulah sebabnya ia banyak dikritik. 

Selain mendapat dana APBN, pengembangan IPTN mendapat fasilitas pendanaan dari sumber nonbudgeter seperti Dana Reboisasi. Ketika kritik semakin keras, Habibie harus mencari alternatif lain. Ketika akan menjalankan proyek pembuatan jet berpenumpang 100 orang yang diberi nama N-2130 (tahun 1997), ia berusaha mencari dana pengembangan sebesar US$ 2 miliar dengan menjual saham. 

Krisis ekonomi 1998 membuat pemerintah, atas desakan IMF, memangkas pendanaan bagi proyekproyek mercusuar. IPTN pun terjerembab dan terancam bangkrut. 

Selain berkiprah di bidang teknologi, Habibie juga tercatat bermanuver di dunia politik. Jejak suami Hasri Ainun di dunia politik itu dimulai saat ia terpilih mengetuai Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dibentuk tahun 1990. Banyak pengurus ICMI yang menjadi menteri atau pejabat. Beberapa pihak mencurigai ICMI berfungsi sebagai kereta politik Habibie, sekaligus alat Soeharto untuk meredam gejolak umat Islam. 

Nyatanya melalui ICMI, nama Habibie diperhitungkan dalam kancah politik. Ia ditunjuk Soeharto sebagai koordinator harian Dewan Pembina Golkar. Sidang Umum MPR Maret 1998 memilihnya sebagai Wakil Presiden menggantikan Jenderal Try Sutrisno. 

Naiknya bintang politik Habibie terjadi pada momentum yang tepat. Hanya dua bulan menjabat Wakil Presiden, krisis ekonomi dan kerusuhan massal memaksa Soeharto meletakkan jabatan, dan menunjuk Habibie menggantikan posisinya. Habibie pun tampil menjadi Presiden ketiga RI pada periode yang paling rawan secara ekonomi maupun politik. 

Era kepemimpinan Habibie ditandai beberapa perkembangan positif dari sudut pandang demokrasi, misalnya pemberian kebebasan mendirikan partai politik, kebebasan pers, bahkan memberi kebebasan rakyat Timor Timur memilih untuk merdeka atau tetap bergabung dengan RI. Sesuai hasil referendum, Timtim pun memilih merdeka. 

Habibie hanya menjabat sebagai Presiden selama setahun enam bulan. Bulan Oktober 1999, per tanggungjawaban Habibie sebagai presiden ditolak MPR. Ia pun mundur dari dunia politik, dan mendirikan Habibie Center, sebuah lembaga swadaya masyarakat.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • B.J. Habibie (Mantan Presiden RI, Ahli Iptek)

Terkini

Iklan

Close x