Iklan Sponsor

Iklan

Iklan Sponsor

Iklan

terkini

Inilah Tandingan PBB yang Digagas Soekarno - Soekarno Ingin Membubarkan PBB ?

arung sejarah
, 13:40 WIB Last Updated 2023-06-17T13:49:07Z

ARUNGSEJARAH.COM - Inilah Tandingan PBB yang Digagas Soekarno - Soekarno Ingin Membubarkan PBB?

 

SIAPA yang tak mengenal Soekarno. Presiden Republik Indonesia pertama ini dikenal anti pada imperialisme. Bahkan sejak tahun 1920 an Soekarno telah menggagas perlawanan terhadap Imperialisme melalui berbagai pergerakan dan tulisan-tulisannya.

Perlawanannya terhadap Imperialisme terus dikumandangkan melalui berbagai cara, bahkan dengan mempersatukannya dalam konsep Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis).

Pada tahun 1926, Soekarno menulis artikel berjudul "Nasionalisme, Islam, dan Marxisme" yang dimuat dalam Suluh Indonesia Moeda yang kemudian dikumpulkan dalam buku Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1.

Saat Soekarno menjadi presiden republik Indonesia, perlawananya terhadap imperialisme tak kunjung mereda. Inilah yang membuat beberapa negara imperialis sangat ingin menumbangkan Soekarno.

Soekarno bahkan mengungkapkan hal itu dalam pidatonya pada tanggal 17 Agustus 1966 di Jakarta. Presiden Soekarno mengatakan:

Sebagaimana Konferensi Asia Afrika tidak disenangi oleh imperialis dan dibenci oleh imperialis, dan karenanya hendak disabot oleh imperialis–ingatlah antara lain pembinasaan kapal terbang Kashmir Princess yang membawa utusan-utusan ke Konferensi Asia Afrika di Aljazair, sehingga gagal tak dapat langsung sama sekali–maka pihak imperialis juga amat tidak senang dengan penyelenggaraan Conefo, amat benci dan takut kepada Conefo itu.

Pihak imperialis menjalankan semua usaha, semua mulihat, terang-terangan atau gelap-gelapan untuk menggagalkan Conefo itu.

Dengan apa?” Dengan segala macam jalan! Antara lain dengan jalan mengacaukan kondisi dalam negeri kita. Politis maupun ekonomis. Agar supaya kita tidak mampu nanti menyelenggarakan Conefo itu.”

Bahkan sebelumnya dalam pidatonya saat perayaan ulang tahun PKI ke 45, Presiden Soekarno mengungkapkan:

Kaum imperialis itu memang aneh-aneh, saudara2, rnemang aneh-aneh, meramalkan ini meramalkan itu, dan paling2 imperialis itu paling takut kepada lndonesia, apa sebab takut kepada lndonesia? Oleh karena Indonesia menggabungkan semua tenaga revolusioner menjadi satu, oleh karena lndonesia mendjalankan politik yang konsekwen anti-imperialis. Dengan tjara apa ? Dengan tjara menggabungkan semua tenaga yang progresif-revolusioner.

Soekarno pun menegaskan bahwa Indonesia lah yang mengemukakan ide CONEFO ini, bukan negara lain. Indonesia yang bekerja keras untuk melaksanakan dengan penggabungan semua tenaga New Emerging Forces.

Lantas apa yang dimaksud dengan Conefo dalam pidato tersebut?

Conefo adalah singkatan dari Conference of The New Emerging Forces yang merupakan Blok Internasional yang di gagasan Presiden Soekarno. Blok ini dibentuk untuk menggalang sebuah kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang.

Selain itu, blok baru ini juga untuk menyaingi 2 kekuatan blok yang ada sebelumnya yakni Blok Uni Soviet (yang biasa dikenal Blok Timur) dan Blok Amerikat Serikat (yang biasa dikenal dengan blok Barat).

Bahkan blok baru ini, digagas Soekarno untuk menandingi keberadaan Perserikatan Bangsa-bangsa yang menurut Soekarno dihuni oleh negara-negara imperialis dan dikuasai oleh negara adidaya. Padahal PBB seharusnya berdiri di tengah, sehingga dunia bisa tertib.

Bagaimana bisa dalam organisasi dunia yang mengusung nilai-nilai demokrasi, tetapi kekuatan satu dua negara yang bersifat mutlak, contohnya adanya hak veto.

Gagasan CONEFO ini, oleh Soekarno juga dimaksudkan agar menyejajarkan Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya dengan bangsa-bangsa yang sudah mapan, seperti Amerika, Inggris, Rusia, China, untuk bersama-sama mengatur ketertiban dunia.

Tentu saja ini merupakan sebuah gagasan brilyan sekaligus sangat berani dari sebuah negara yang baru saja merdeka dengan ekonomi dan keamanan yang terus menerus digerogoti, baik dari dalam terlebih dari luar negeri.

Bagi negara-negara yang lain yang baru melepaskan diri dari penjajahan dan masih dalam keadaan bimbang dan galau memikirkan nasibnya, pemikiran ini mungkin hampir tak terpikirkan, terlebih untuk dilaksanakan.

Namun dengan kecemerlangan pemikiran dan ambisinya untuk melawan imperialisme, Soekarno mampu memikirkan bahkan melaksanakan gagasan yang luar biasa tersebut.

Terlebih lagi dengan pendekatan dan tangan dinginnya, Soekarno mampu meyakinkan dan mendatangkan harapan baru bagi negara-negara tersebut dan sekaligus mendatangkan kebanggaan.

Dalam benak Soekarno bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan tidak boleh dikerdilkan dalam pergaulan dunia. Bahkan dalam pembukaan UUD 45 sangat jelas disebutkan bahwa bangsa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sungguh bangsa Indonesia memang sangat siap untuk mengatur dunia. Dari tujuan berdirinya negara Indonesia saja, bangsa Indonesia sudah memproklamirkan diri bahwa Indonesia punya ambisi dan obsesi untuk berperan di tingkat dunia, bahkan menjadi PELAKSANA ketertiban dunia.

Maka pada saat itu di mana di belahan dunia lain masih terdapat penjajahan, bangsa Indonesia mengumpulkan segenap kekuatan untuk menginisiasi kemerdekaan mereka. Bukan saja kemerdekaan bagi bangsa-bangsa yang terjajah saja, tetapi yang terpenting adalah kemerdekaan bagi kemanusiaan.

Berhasilnya pelaksanaan Konferensi Asia Afrika merupakan salah satu gambaran betapa peran bangsa Indonesia sangat besar yang menjadikan bangsa Indonesia sangat dihormati. Ide Konferensi Asia Afrika dianggap sangat brilliant dalam menghadapi ke’bimbangan’ bangsa-bangsa di dunia pada masa itu, utamanya yang baru saja merdeka.

Bahkan beberapa bangsa-bangsa besar yang tidak ingin berlarut-larut dan terlibat dengan konflik antar blok Amerika dan Uni Soviet segera merapat dalam barisan dan membentuk sebuah gerakan baru yang cukup ditakuti oleh negara adidaya ketikaitu itu yakni Gerakan Non Blok.

Dengan kecemerlangan pemikiran dan ambisinya untuk membuat Indonesia menjadi negara yang diperhitungkan di dunia, Soekarno kembali mengagas CONEFO yang lagi-lagi mampu melambungkan nama bangsa Indonesia dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Sebuah gagasan yang penuh ambisi dan obsesi di tengah kegalauan para pemimpin dunia kala itu.

Keberanian Indonesia untuk memutuskan keluar dari PBB bahkan menjadi sebuah tindakan yang sangat mencolok, mengangkat wibawa bangsa Indonesia dan menjadi perhatian dunia. Tentu tindakan Soekarno pada masa itu tidak mudah dilakukan bangsa-bangsa lain. Bahkan Indonesia menjadi satu-satunya negara yang pernah keluar dari PBB.

Keputusan Soekarno tersebut membuat Sekretaris Jenderal PBB U Thant kebingungan. Menurut catatan Cordier dan Harrelson, U Thant secara personal menghubungi Soekarno. Namun sayang, keputusan Bung Karno tidak dapat diubah lagi. Dan pada 20 Januari 1965 atau dua minggu usai deklarasi keluar dari PBB, Soebandrio mengirimkan surat resmi yang berisi pengunduran diri Indonesia dari PBB.

Setelah keluar dari PBB pada 7 Januari 1965 inilah, Soekarno pun kembali mengguncang dunia dengan langsung menggaungkan konsep CONEFO yang makin menjadi perhatian dunia. Dalam berbagai kesempatan Soekarno kerap membangkitkan kebanggaan bangsa Indonesia atas apa yang telah digagasnya.

Dalam pidatonya pada tanggal 17 Agustus 1966, Soekarno menjelaskan, "Kita, kitalah, saudara-saudara, pembuat kata new emerging forces. Kitalah initiatief nemer daripada penggabungan semua new emerging forces. Kitalah initiatief nemer Ganefo. Kitalah initiatief nemer Conefo.

Memang iya. Bung Karno mencetuskan konsepsi Nefo dan Oldefo sejak 1961.

“Saya sendiri, insya Allah, bertekad bulat untuk menyelenggarakan terus Conefo itu,” tegas Soekarno.

Nefo atau the new emerging forces, adalah sebuah kekuatan baru yang terdiri dari negara-negara yang anti imperialisme yang berjuang mewujudkan tatanan masyarakat tanpa penindasan. 

Sedang oldefo atau the old established forces, merupakan sebutan untuk kekuatan lama, yakni negara-negara imperialis.

Provokasi Soekarno terhadap negara-negara imperialis yang sangat tidak disukainya bukan hanya sekedar kata-kata. Soekarno bahkan menindaklanjutinya dengan segera menggalang kekuatan dari berbagai negara.

Untuk mewujudkan proyek CONEFO itu, Soekarno pun membangun Gedung CONEFO yang berada di dekat Gelora Bung Karno. Pembangunan gedung mewah ini pada waktu itu mendapat bantuan dari beberapa negara antara lain, Cina (RRC), negara-negara Arab (Republik Arab Bersatu) dan beberapa negara yang sudah dilobby oleh Menteri Luar Negeri Soebandrio dan menyatakan kesediannya untuk membantu pembangunan gedung CONEFO.

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 48/1965 tertanggal 8 Maret 1965, Presiden Soekarno menugaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Soeprajogi untuk melaksanakan pembangunan proyek ini. Bahkan proyek raksasa tersebut ditargetkan harus selesai dikerjakan sebelum tanggal 17 Agustus 1966. Itu berarti proyek sebesar itu harus dilaksanakan hanya dalam rentang waktu 17 bulan. Sungguh sebuah ambisi yang luar biasa pada masa itu.

Konsep bangunan CONEFO ini menggunakan filosofi bentuk pesawat. Sayap pesawat yang terbelah itu ingin menunjukkan pada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa saat ini bangsa Indonesia sedang terbang menuju tatanan dunia baru. Bukan menjadi penonton peradaban, tetapi menjadi pelaku peradaban.

Setelah disayembarakan, di bahwa pimpinan Sujudi Wirjoatmodjo, arsitek jebolan Technische Universitat, Berlin Barat yang ditunjuk sebagai pelaksana dari tim Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik pun mulai bekerja.

Bertepatan dengan perayaan dasawarsa Konferensi Asia Afrika, pada tanggal 19 April 1965, acara pemancangan tiang pertama pembangunan Gedung Conefo pun dihelat besar-besar.

Bahkan Presiden Soekarno, saat ramah tamah dengan karyawan Komando Proyek Conefo (Kopronef) di Istana Negara, Jakarta, 7 Februari 1966 memerintahkan agar pembangunan harus dipercepat. Pembangunan yang tadinya di targetkan 19 Agustus 1966, harus diselesaikan tanggal 31 Juli 1966.

Lantas bagaimana tanggapan MPRS mengenai konsepsi Conefo? MPRS mengatakan, “pada prinsipnya gagasan penggalangan kekuatan progresif revolusioner anti imperilisme dan kolonialisme adalah gagasan yang luhur, yang harus ditingkatkan realisasinya.”

Dan Soekarno pun mengatakan, “justru itulah yang saya kerjakan siang dan malam.”

Bahkan sebelum pidato 17 Agustus 1966, di depan DPR Bung Karno menyatakan bahwa Gedung Conefo yang megah yang sedang dibangun dengan banyak rintangan, sesudah dipakai untuk Conefo nantinya dapat digunakan untuk keperluan-keperluan lain, seperti konferensi-konferensi internasional, untuk parlemen, untuk MPRS, atau hal-hal lainnya yang penting.

Namun, apa hendak dikata, pecahnya Peristiwa G30S 1965 membuat kekuatan anti-imperialis dan pendukung Soekarno perlahan-lahan dibabat. Soekarno kehilangan orang-orang yang sepaham dengannya. Soekarno kian hari kian dilemahkan. Dan Soekarno sebenarnya paham akan situasi yang dialaminya.

Dan pada tanggal 9 November 1966, Jenderal Soeharto, kemudian menjadi pejabat Presiden Indonesia menggantikan Soekarno–mengeluarkan instruksi bahwa proyek political venues tetap dilanjutkan tapi peruntukannya untuk Gedung DPR/MPR RI.

Komando Proyek Conefo (Kopronef) pun dibubarkan. Lalu dibentuk badan pelaksana baru dengan nama Proyek Pembangunan Gedung DPR/MPR RI.

Dan rencana pelaksanaan Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) pun akhirnya dibubarkan oleh Soeharto pada tanggal 11 Agustus 1966.

Proyek membangun kekuatan raksasa dunia untuk menandingi PBB dan melakukan perlawanan terhadap imperialisme yang digagas Soekarno pun akhirnya gagal total.

Tonton Videonya di Youtube IDWAR ANWAR

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Inilah Tandingan PBB yang Digagas Soekarno - Soekarno Ingin Membubarkan PBB ?

Terkini

Iklan

Close x